Sabtu, 06 Februari 2010

kecerdasan (EQ) yang berujung pada kesuksesan

Buku-buku penuntun sukses dan pembentukan kepribadian saat ini, isinya seringkali mengagumkan. saat mambacanya, seringkali saya berdecak kagum akan kebenaran teori tersebut. pada saat itu dari dalam hati muncul bahwa saya akan mampu memperaktikan teori pada buku tersebut. saya memang berhasil memahami tentang arti berfikir positif,proaktif,orientasi pada tujuan, empati,komitmen, tetapi setelah beberapa bulan, sudah lupa untuk mempraktikan konsep pada buku tersebut, dan kembali lagi pada kebiasaan lama. Tidak ada internalisai karakter.

Melatih kebiasaan kognitif umumnya lebih mudah dibanding melatih kecerdasan emosi. Melatih orang untuk mengoprasikan komputer,menghitung,menghafal daftar dan sederetan angka,melatih kepiawaian bermain guitar adalah salah satu contoh kebiasaan kognitif yang berasal dari otak kiri. Tetapi pelatihan yang membuat orang menjadi konsisten;memiliki komitmen ;berintegritas tinggi;berpikir terbuka bersikap jujur;memiliki prinsip;mempunyai visi;memiliki kepercayaan diri;bersikap adil;bijaksana atau kreatif, adalah contoh kecerdasan emosi yang seharusnya juga dilatih dan dibentuk,tidak cukup hanya berupa pelatihan kognitif seperti yang diperoleh disekolah selama ini. pelajaran bpk budi setiawan mungkin akan lebih cepat saya terima dengan baik andai 10 menit terlebih dahulu memberi motivasi-motivasi untuk anak muridnya ( hehe saran doang pak!! )

Banyak contoh disekitar kita membuktikan orang yang memiliki kecerdasan otak saja (IQ),memilik gelar tinggi,belum tentu sukses berkiprah didunia pekerjaan. seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata mampu lebih berhasil. kebanyakan program pendidikan hanya berpusat kepada kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaiman mengembangkan kecerdasan emosi seperti: ketangguhan,inisiatif,optimisme,kemampuan beradaptasi. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan,mengalami kemandekan dalam kariernya. Lebih buruk lagi,mereka tersingkir akibar rendahnya kecerdasan emosi.


sekarang kita tahu bahwa kemampuan akademik,nilai rapor,predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja sesorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai (grrrrrrrr kesal sama pembimbing saya di kantor pos terlalu mendewa-dewakan orang yang berpendidikan tinggi seharusnya dia lihat ini)

Menurut makalh McCleand tahun 1973 berjudul "testing for Competense Rather than Intelligence" dijelaskan tentang seperangkat kecakapan khusus seperti: empati;disiplin diri; dan inisiatf akan membedakan antar mereka yang sukses sebagai bintang kineraja dengan hanya sebatas bertahan dilapangan kerja.

saat ini perusaahan-perusahaan raksasa dunia telah banyak menyadari hal ini. Mereka menyimpulkan bahwa inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang adalah kecerdasan emosi.

1 komentar: